Tanjungpinang (eska) – Ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Kamis (8/5/2025), kembali dipenuhi sorot mata publik.
Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana kontribusi wisata mangrove digelar, menghadirkan tujuh pejabat di Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, sebagai terdakwa.
Sidang dipimpin Hakim Ketua Boy Syailendra, didampingi dua anggota majelis.
Ketujuh terdakwa tampak duduk berjejer, masing-masing didampingi penasihat hukum dari empat kantor pengacara berbeda. Mereka adalah Herika Silvia dan Sri Heny Utami (mantan Camat Teluk Sebong), Julpri Ardani (Camat Teluk Sebong), Herman Junaidi (Pj Kades Sebong Lagoi), La Anip (Kades Sebong Pereh), Mazlan (Kades Sebong Lagoi), serta Khairuddin (Lurah Kota Baru).
Jaksa Penuntut Umum Kejari Bintan, Risyad Fallah Dwi Nugroho bersama Lunita Jawani dan Maiman Limbong, melontarkan berbagai pertanyaan soal aliran dana kontribusi wisata mangrove yang diduga diselewengkan. Namun, satu per satu terdakwa bersikukuh membantah.
“Saya terima Rp25 juta, itu semua untuk renovasi musala, pasang spandek, tempat duduk perempuan, dan perbaikan tandon air di kantor camat,” ujar Herika Silvia di hadapan majelis hakim.
Ia mengaku menerima dana berdasarkan kwitansi 6 Oktober 2025 dan menegaskan tak ada yang digunakan untuk kepentingan pribadi.
“Katanya ini bantuan untuk masyarakat, tidak perlu SPJ,” tambahnya.
Senada, Sri Heny Utami juga membantah dakwaan. Jaksa menyebut ia menerima Rp460 juta, namun Sri Heny bersikeras hanya menerima Rp100 juta.
“Dana itu saya gunakan untuk semenisasi, portal, taman, renovasi musala, peringatan HUT RI, pembelian sepatu, kegiatan PKK, bukan untuk pribadi,” katanya.
Julpri Ardani pun mengaku hanya menerima Rp60 juta, lebih kecil dari dakwaan Rp148 juta.
“Dana itu dari PT Bintan Resort Cakrawala (BRC), disalurkan ke desa dan lurah. Semua untuk pemberdayaan masyarakat. Memang tidak ada SPJ, tapi kalau diminta, kami siap buat,” ucapnya.
Mazlan, La Anip, Khairuddin, dan Herman Junaidi juga mengakui menerima dana, namun sama-sama menegaskan penggunaannya untuk masyarakat.
“Saya merasa bersalah, Yang Mulia. Tapi semua dana itu untuk kebutuhan desa, beli sembako, dukung lomba, bantu ibu-ibu kompang ke provinsi,” kata Mazlan dengan suara pelan.
La Anip menyebut dana yang diterima dipakai untuk mengatasi banjir dan kegiatan sosial. Herman Junaidi mengungkap dana digunakan untuk sembako lansia, door prize, kegiatan PKK, hingga pembukaan lahan cross.
“Saya sangat menyesal. Mohon keringanan hukuman, Yang Mulia, saya punya anak kecil,” pintanya lirih.
Menariknya, para terdakwa mengaku tidak tahu pasti soal legalitas Surat Keputusan (SK) pembentukan Komite Pengawasan Wisata Mangrove yang menjadi dasar distribusi dana tersebut.
Mereka menganggap dana itu sah karena dikelola bersama komite dan tak pernah diminta pertanggungjawaban.
Sidang yang berlangsung sejak pukul 16.00 dan berakhir sekitar pukul 20.00 itu, ditutup dengan penetapan agenda pembacaan tuntutan pada Kamis, 22 Mei 2025 mendatang.(Yul)
Recent Comments