Jakarta (eska) – Empat mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam (UIB) membuat langkah berani.
Mereka menggugat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK), dengan permintaan tak biasa, yakni, menghukum DPR dan Presiden membayar ganti rugi miliaran rupiah kepada negara.
Gugatan yang tercatat dalam Perkara Nomor 58/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh Risky Kurniawan, Albert Ola Masan Setiawan Muda, Otniel Raja Maruli Situmorang, dan Jamaluddin Lobang.
Sidang pendahuluan digelar pada Jumat (9/5/2025) dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat bersama Anwar Usman dan Enny Nurbaningsih.
Kuasa hukum pemohon, Respati Hadinata, menyebut pembentukan UU TNI cacat prosedural. Ia menilai proses penyusunan undang-undang ini melanggar aturan yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011, UU Nomor 15 Tahun 2019, dan UU Nomor 13 Tahun 2022.
“Konstitusi hanya memberikan kerangka prinsipil, bukan prosedural. Kalau hanya mengacu UUD 1945, pengujian formil hampir tak mungkin dilakukan,” kata Respati di hadapan majelis.
Para pemohon menyoroti dimasukkannya RUU TNI ke dalam Prolegnas Prioritas 2025 tanpa prosedur sah, serta pengesahan dalam Rapat Paripurna DPR pada 18 Februari 2025 yang dinilai melanggar Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, termasuk sejumlah aturan Tata Tertib DPR.
Mereka juga menilai tak ada kondisi darurat yang membenarkan percepatan pembahasan sebagaimana dimaknai dalam Putusan MK No. 138/PUU-VIII/2009.
Dalam permohonannya, keempat mahasiswa itu meminta MK menjatuhkan sejumlah putusan tak biasa. Mereka meminta MK menghukum pimpinan dan anggota DPR periode 2024–2029 yang hadir dalam Rapat Paripurna 18 Februari 2025 untuk membayar ganti rugi ke negara sebesar Rp50 miliar. Selain itu, mereka juga meminta Presiden Prabowo Subianto dihukum membayar ganti rugi Rp25 miliar karena dianggap lalai.
Tak hanya itu, mereka meminta MK menyatakan seluruh pimpinan dan anggota Badan Legislasi DPR 2024–2029 lalai dalam menjalankan tugas hingga berujung lahirnya UU TNI yang dinilai cacat formil.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengingatkan para pemohon agar memperdalam kembali sejumlah putusan MK terkait uji formil, serta memahami format pengujian sesuai Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menekankan pentingnya pemohon menjelaskan apakah UU TNI disusun oleh lembaga berwenang.
“Harus diuraikan dengan jelas,” tegas Arief.
Majelis Hakim memberikan waktu 14 hari kerja untuk memperbaiki permohonan, paling lambat Kamis, 22 Mei 2025.(Zul)
Recent Comments