spot_imgspot_img
BerandaeskaFlashKami Bukan Apatis, Kami Sedang Melawan: Suara Gen Z dari Balik Layar...

Kami Bukan Apatis, Kami Sedang Melawan: Suara Gen Z dari Balik Layar dan Tagar

Oleh: Aisyatul Munawaroh Azzaahroh

Tanjungpinang (eska) – Generasi Z kerap dicap apatis. Gaya kami dianggap terlalu santai, sarkas, dan sibuk bermain meme. Tapi di balik canda digital itu, kami sedang melawan. Kami tumbuh di dunia yang penuh kepalsuan, di tengah janji-janji kemajuan yang tak pernah benar-benar kami rasakan.

Ketika seorang pejabat berkata, “Indonesia cerah, saya bangun pagi lihat langit biru,” kami hanya bisa tersenyum pahit. Mungkin beliau bangun di mansion megah, di tengah gemerlap dan kemewahan. Kami bangun di kamar kos sempit, di rumah petak yang dikepung utang, tekanan hidup, dan berita-berita tentang Bumi Cenderawasih yang terus dikeruk tanpa ampun. Indonesia memang cerah, tapi hanya dari balkon kekuasaan.

Kami Dituntut Kuat dalam Sistem yang Gagal
Generasi kami lahir di tengah ekspektasi tinggi. Kami diminta kuat, pintar, cepat sukses. Tapi bagaimana bisa? Biaya pendidikan terus melonjak, sementara beasiswa sering tak tepat sasaran. Kemiskinan struktural mengunci banyak dari kami dalam lingkaran nasib. Sistem kesehatan ruwet—BPJS penuh antrean, pelayanan minim. Kesehatan mental? Saat depresi, kami malah dianggap kurang iman. Bersuara dianggap kurang ajar. Diam? Kami diinjak terus.

Kami tidak kekurangan orang pintar. Yang kami butuhkan adalah sistem yang benar-benar mendukung. Tapi sistem itu justru mengangkat pejabat yang korup, buzzer yang dielu-elukan, dan menekan suara rakyat yang jujur.

Ketika Yang Jujur Ditekan, Ketika Solidaritas Dikriminalisasi
Demo mahasiswa, bahkan paramedis dari UI yang membantu korban aksi buruh, ikut diamankan. Mereka tidak membawa spanduk. Tidak berorasi. Mereka hanya menjalankan tugas kemanusiaan. Namun tetap ditangkap.

Padahal, menurut hukum internasional dan prinsip etik medis, paramedis harus dilindungi—bukan diseret. Kebebasan berpendapat dijamin Pasal 28E UUD 1945. Tapi mengapa menyuarakan keadilan masih dianggap ancaman? Kalau aparat benar taat hukum, mengapa justru mereka yang melanggar hak paling dasar: hak untuk membantu sesama?

Baca Juga:  Alanta Imanuel Ketaren Resmi Gantikan Yan Patmos Pimpin Rutan Tanjungpinang

Kami Melawan dengan Cara Kami Sendiri
Kami bukan hanya “mengeluh” di TikTok. Kami turun tangan. Pandawara Group membersihkan sungai yang bahkan tak dilirik pemerintah. Jeremy Owen menanam ribuan pohon demi masa depan hijau. 71 persen Gen Z ikut berdonasi dan bersolidaritas untuk Palestina.

Kami tahu kemanusiaan tak mengenal batas negara. Kami menyindir lewat meme bukan karena kami main-main, tapi karena cara itu paling nyaring saat suara kami dibungkam. Kami bilang #KaburAjaDulu bukan karena kami tak cinta negeri ini, tapi karena kami lelah mati pelan-pelan di tempat yang enggan berubah.

Jas Tak Menjamin Logika
Kami sering diremehkan karena gaya kami yang santai dan penuh humor. Tapi kami tahu, mengenakan jas dan dasi bukan jaminan bisa bernalar. Mereka yang berdiri di podium sering tak pernah merasakan jadi rakyat kecil. Maka wajar kalau bisanya hanya menghakimi, bukan mengerti.

“Kami bahkan harus tahu diri untuk bermimpi,” kata Kaluna dalam lagunya.

Itu kenyataan kami. Kami belajar di tengah krisis: ekonomi, lingkungan, pendidikan, dan mental. Kami bukan generasi lemah, kami generasi yang lebih sadar dan lebih peka. Tapi tak semua orang siap menghadapi kejujuran kami.

Kami Tidak Akan Diam
Kami bukan generasi pelarian. Kami dibentuk dari luka, dan dilatih oleh kegagalan sistemik. Kami tidak tumbang—kami tumbuh. Seperti bait lagu Feast:

“Kar’na peradaban takkan pernah mati Walau diledakkan, diancam ‘tuk diobati Kar’na peradaban berputar abadi Kebal luka bakar, tusuk, atau caci maki.”

Kami tahu akan selalu ada yang menghakimi. Tapi kami juga tahu cara memaafkan. Kami tetap bertahan, tapi tidak akan tunduk. Kami, Generasi Z, tidak tumbuh di dunia yang jujur. Tapi setiap hari, kami sedang membangunnya—dengan suara, aksi, dan keberanian kami sendiri.

Baca Juga:  Siswa SD Dikeluarkan Usai Orang Tua Protes Hadiah Lomba Dipotong, DPRD Tanjungpinang Turun Tangan

“Kenapa kalian ribut terus?” Karena kalau kami diam, siapa yang akan bicara?

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments

error: Copyright © seputarkita.co