Bintan (eska) – Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang telah menjatuhkan vonis kepada tujuh orang terdakwa dalam kasus korupsi mangrove di Kabupaten Bintan.
Namun publik justru dibuat geleng-geleng kepala, hukuman yang dijatuhkan jauh dari harapan keadilan.
Ketujuh terdakwa, yang sebagian besar merupakan aparatur sipil negara (ASN) aktif dan kepala desa, hanya divonis 1 tahun penjara. Putusan ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bintan yang menuntut 1 tahun 6 bulan.
Hingga kini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bintan juga belum mengambil tindakan apa pun terhadap para ASN yang terlibat. Bupati Bintan Roby Kurniawan beralasan belum menerima salinan putusan dari PN Tanjungpinang.
“Putusan itu ada aturannya, di mana jika sudah putus itu tidak boleh lagi aktif sebagai ASN. Tapi kita masih menunggu salinan putusan dari pengadilan,” ujar Roby, Sabtu (19/07/2025).
Padahal, dalam UU ASN dan ketentuan pemberhentian tidak hormat, seorang ASN yang terbukti bersalah dalam tindak pidana korupsi secara hukum tidak boleh lagi menduduki jabatan publik.
Terkait hal itu, Roby berdalih masih harus menunggu keputusan dari Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) terkait status ASN yang divonis.
“Nanti pihak BPSDM yang akan memutusakan dan pemkab Bintan akan menunggu putusan salinannya seperti apa,” ucapnya.
Adapun, tujuh terdakwa yang divonis dalam kasus ini adalah, Herika Silvia, mantan Camat Teluk Sebong, Sri Heny Utami, mantan Camat Teluk Sebong, Julpri Ardani, Camat Teluk Sebong, Herman Junaidi, Pj Kepala Desa Sebong Lagoi, La Anip, Kepala Desa Sebong Pereh, Mazlan, Kepala Desa Sebong Lagoi, dan Khairuddin, Lurah Kota Baru.
Mereka dinyatakan bersalah berdasarkan Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, terbukti secara sah dan meyakinkan menerima gratifikasi dan menyalahgunakan jabatan dalam proyek penanaman mangrove.
Recent Comments